Opini ramadhan - tabloid INFOKU 81



Kesucian Ramadhan dibalik Pilpres
(Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 4 sumber berbeda)

Pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) kali ini mungkin adalah yang paling panas persaingannya dibandingkan Pilpres sebelumnya sejak era Reformasi.
Bahkan bulan Suci Ramadan yang datang bertepatan dengan pelaksanaan Pilpres tidak mampu menurunkan tensi persaingan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pada masa tenang sebelum Pemilu 9 Juli yang lalu, masih juga ada kampanye-kampanye terselubung yang dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya SMS berantai.
Persaingan kedua calon pasangan sudah mulai terlihat sejak masing-masing pihak melakukan deklarasi.
Kondisi pun makin memanas setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU), menetapkan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai peserta Pilpres.
Memanasnya persaingan kedua kubu dibumbui dengan berbagai kampanye hitam. Kampanye negatif ini jelas usaha untuk menjatuhkan nama baik salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain kampanye negatif, cara-cara instan untuk mendongkrak pamor atau image calon pasangan presiden dan wakil presiden pun dilakukan.
Rakyat disuguhkan drama telenovela yang ditampilkan masing-masing tim sukses atau orang di sekitar calon Presiden dan Wakil Presiden.
Apapun dilakukan agar calon mereka menjadi hero dalam drama telenovela tersebut.
Kadang ini terlihat sangat bombastis dan membodohi rakyat. Ini karena apa yang disuguhkan belum tentu benar atau bisa dibuktikan kebenarannya.
Dalam persaingan Pilpres kali ini, para tim sukses lebih suka memainkan isu-isu tertentu untuk membangun citra pasangan calon yang didukungnya atau untuk menjatuhkan pasangan calon lawannya.
Jika kita melihat kampanye Pilpres Amerika Serikat lalu, terutama saat Barack Obama untuk kedua kalinya, jelas sangat banyak yang berbeda.
Dalam persaingan merebut kursi presiden AS saat itu, memang masing-masing pihak memainkan isu-isu tertentu.
Namun, yang dimainkan adalah isu-isu nasional dan demi kepentingan bangsa nantinya seperti, pajak, pengangguran, hingga politik luar negeri.
Nah di kita, memang isu-isu tersebut juga disentil namun isu yang lebih banyak dimainkan adalah isu yang menyangkut pribadi pasangan calon presiden dan wakil presiden itu.
Tidak hanya itu, jika di Pilpres AS para calon bersaing memaparkan berbagai visi dan misi mereka secara jelas dan bagaimana bisa diterapkan nantinya, calon presiden kita hanya bisa memberikan suatu gambaran besar yang mungkin saja nantinya hanya menjadi pemanis di saat kampanye.
Sedangkan timses calon lebih fokus untuk membangun dan menjual image calon pasangan yang mereka usung lewat iklan-iklan di media massa.
Cara yang mereka lakukan ini memang tidak salah mengingat pemilih kita adalah pemilih yang belum maju, yang begitu mudah termakan dengan pencitraan seperti itu. Ini telah dibuktikan oleh SBY yang berhasil menjadi Presiden RI dua periode.
Apa yang terjadi dalam persaingan Pilpres ini juga tak lepas dari peran media massa. Dan sangat disayangkan ada juga media massa yang cenderung ikut “membantu” menyebarkan kampanye negatif secara tidak langsung.
Pemberitaan secara terus menerus terhadap hal yang negatif menyangkut pasangan calon atau orang-orang yang terkait dengan pasangan calon itu, disengaja atau tidak secara tidak langsung akan menjatuhkan image pasangan calon tersebut. Di bagian lain, berita positif yang terkesan dilebih-lebihkan tentang pasangan calon lainnya ditampilkan berulang-ulang, seakan-akan ingin mengangkat citra calon tersebut dengan instan.
Kita semua tahu media itu juga memiliki kepentingan baik bisnis maupun kepentingan lainnya.
Namun, yang perlu diingat bahwa bagaimanapun juga media massa itu sesuai kodratnya harus mengikuti kaedah-kaedah tertentu sebagai kontrol sosial demi kepentingan masyarakat luas. Memang adanya kepentingan tertentu kadang tidak bisa dihindari.
Namun ada “rambu-rambu” yang harus diperhatikan agar jangan sampai kebablasan, yang pada akhirnya akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada media massa tersebut.
Jika negara kita memang ingin berubah dan maju, kita harus berani merubah cara berpikir dan cara pandang kita meski ada risiko yang harus dihadapi.
Terutama untuk meninggalkan cara-cara yang hanya mengandalkan pencitraan pada sosok tertentu semata.
Sekarang yang harus menjadi perhatian kita semua rakyat Indonesia adalah memastikan proses pencoblosan dan penghitungan suara berjalan dengan jujur tanpa adanya kecurangan dan rekayasa.
Terutama karena Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) lalu marak terjadi kecurangan yang melibatkan berbagai pihak termasuk penyelenggara Pemilu sendiri.
Apalagi jika kita melihat sejumlah kepala daerah baik tingkat I maupun tingkat II yang terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon wakil presiden dan wakil presiden.
Bukan bermaksud menuduh dan hanya ingin mengingatkan, dengan kapasitas dan segala kewenangan yang dimilikinya bisa saja disalahgunakan untuk memenangkan calon pasangan yang didukungnya.
Namun begitu, meski kita semua harus mewaspadai terjadinya kecurangan, jangan sampai ini menimbulkan prasangka negatif terhadap pihak-pihak tertentu yang malah akan membuat situasi tidak kondusif.
Kita tentu berharap bulan Suci Ramadan ini bisa membuat masyarakat, kepala daerah, dan para penyelenggara Pilpres bersikap jujur.   
Pilpres yang jujur akan melahirkan Presiden dan Wakil Presiden yang terbaik bagi bangsa ini. Ini akan menjadi modal dan harapan baru untuk merubah kondisi negara kita yang saat ini carut marut menjadi negara yang maju dan bermartabat.  
Kini Saatnya Rakyat Mengawal Hasil Rekapitulasi Pemilu sampai kepusat.## 


Lihat ukuran Besar....
Gambar  Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru