Opini Mutasi & Lobi Jabatan - INFOKU 94



Mutasi, Lelang Jabatan dan Lobi Jabatan
Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 12 sumber berbeda)
Menurut Kamus Baru Bahasa Indonesia, mutasi adalah perpindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain.
Peristiwa ini menjadi fenomenal sejak otonomi daerah. Sebelum mutasi dilaksanakan oleh yang berwenang, terlebih dahulu dihembuskan kabar berita, akan ada mutasi.
Pegawai yang ada di dalam organisasi pemerintah daerah, terutama yang sedang berjabatan mulai was-wasa. Ujung dari rasa was-was itu adalah “kasak-kusuk” mencari kebenaran berita.
Bila berita itu benar, kasak-kusuk dilanjutkan dengan lobi-lobi kepada “orang-orang” yang dekat dengan “pusat kekuasaan”. Itulah fenomena mutasi sejak kekuasaan berpindah dari pusat ke daerah (provinis, kabupaten, dan kota).
Mutasi biasa bagi pegawai. Berpindah dari satu jabatan ke jabatan lain, dari pegawai biasa menjadi pejabat struktural atau fungfsional, dan atau dari pejabat struktural menjadi pegawai biasa merupakan “makan-minumnya” pegawai negeri sipil di daerah.
“Mutasi dilakukan untuk penyegaran organisasi dan peningkatan kinerja dalam melayani masyarakat”, begitu pernyataan yang selalu muncul dari “pusat kekuasaan”.
Mutasi-mutasi seperti itu juga terjadi di dunia pendidikan. Institusi pendidikan memang bernaung di bawah kekuasaan pemerintah daerah.
Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota, Unit Pelaksana Teknis Pendidikan, Satuan Pendidikan (Sekolah) berada di bawah payung kekuasaan pemerintah daerah.
Jika terjadi mutasi besar-besaran, institusi yang paling banyak pegawainya ini pun ikut terkena imbasnya. Guru-guru, pegawai tatausaha, pegawai struktural, kepala seksi, kepala bidang/bagian, dan kepala dinas, ikut di dalam fenomena gelombang mutasi.
Issu mutasi biasanya dihembuskan pada awal pemerintahan kepala daerah dan pada awal tahun anggaran.
Sekarang kita berpikir positif aja tujuan awal Mutasi pada awal tahun anggaran mungkin memiliki multimotif.
Motif sebenarnya tentu yang kompetenlah yang lebih tahu. Hanya para pengambil keputusanlah yang paham motif sebenarnya.
Orang luar organisasi atau masyarakat pengamat dan masyarakat awam hanya bisa menduga-duga motif mutasi tersebut.
Akan tetapi, dapat dipastikan motifnya bukanlah untuk membuat pegawai atau pejabat di lingkungan instansi resah, gelisah, bahkan stress.
Bukan, pasti bukan itu niatannya. Jika ada yang resah, gelisah, dan stress itu hanya semata-mata karena “takut” dimutasi, takut “kehilangan jabatan dan fasilitas yang melekat padanya”.
Lelang Jabatan
Istilah “lelang jabatan” mencuat saat Gubernur DKI Jakarta Jokowi (sekarang Presiden RI-red) melakukan cara baru dalam mendudukan seseorang dalam jabatan di Pempro DKI yang dipimpinnya.
Lahirnya ide ini konon bermula  dari keinginan  Jokowi untuk mendudukkan pejabat di Jakarta semata-mata atas dasar kompetisi yang sehat dan jujur.
Dalam lelang jabatan ala Jokowi ini  terdapat ujian kemampuan dan kepatutan  (fit and proper test), sehingga yang menang pada lelang jabatan ini adalah mereka yang memiliki kualitas dan kompetensi terbaik di antara seluruh peserta pada jabatan yang sama.
Lelang jabatan hanya merupakan sebuah istilah keren yang sebenarnya adalah suatu seleksi terbuka untuk didudukan pada jabatan tertentu sebagaimana dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
Dengan kata lain semua pihak di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang memenuhi syarat yang ditentukan berkesempatan  mengajukan lamaran untuk jabatan tertentu di Pemprov DKI Jakarta.
Disamping itu lelang jabatan sebagaimana dirintis oleh Pemprov DKI Jakarta ini sesuai dan berawal dari dengan Surat Edaran Kemen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2012 tentang tata cara  pengisian jabatan struktural yang lowong secara terbuka di instansi pemerintah.
Dan Saat ini sudah Jelas diatur dalam Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),
Lelang jabatan ini juga  juga bertujuan untuk memilih dan mengangkat Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berdasarkan visi misi, rekam jejak dan kompetensi seseorang, sehingga  seluruh PNS dapat bekerja maksimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Yang jelas  lelang jabatan ini lebih terbuka, lebih objektif dari pada dengan cara penunjukkan selama ini yang selalu diidentikkan masyarakat banyak dengan subjektif, nepotisme, suap, balas budi, balas dendam dan like and dislike.
Untuk menjadikan lelang jabatan ini betul-betul terbuka dan objektif, maka mutlak diperlukan tim seleksi  yang boleh saja dari lingkup Pemda/PemProv dan tim penguji kemapuan dan kepatutan yang harus berasal  dari pihak ketika yang legal dan berkompeten.
Suatu hal yang tak kalah pentingnya adalah perlunya unsur kontroling, sehingga baik  tim seleksi  maupun  dan tim uji kepetutan dan kelayakan bekerja dan berbuat semata-mata atas dasar aturan.
Bagaimana dengan lelang jabatan di Blora. Sejauh ini baru saja dilaksanakan pada beberapa waktu lalu, yakni untuk mengisi jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) yang hampir 5 tahun dikosongkan.
Tata cara pelaksanaan telah selesai dilakukan dan saat ini dari 6 calon Sekda yang telah mengikuti lelang jabatan tersebut, sudah mengerucut menjadi 3 nama yang diajukan ke Gubenur dan nantinya ke 3 orang tersebut dipilih 1 nama oleh Bupati Blora.
Lobi Jabatan
Dalam UU ASN Tersebut nampaknya celak untuk lobi jabatan tertentu makin tertutup dalam arti celah untuk melakukan itu makin kecil.
Misalnya ada pun, dimungkin munculnya dari para peserta yang ikut lelang yang kompak dan sepakat memberikan tempat pada yang dituakan.
Yakni saat dalam tes baik tulis dan Lesan atau pun tes lainnya, mereka yang tidak ditunjuk menegerjakan tes atau uji kopentensi asal-asalan, sehingga yang telah ditunjuk dan disepakati sebelumnya, dapat melenggang mulus.
Tapi pertanyaan penulis, Apakah ini mungkin terjadi diera sekarang ?
Sebenarnya Pemerinbtah RI tercinta ini, telah membuat aturan yang telah disepakati bersama secara transparan.
Salah satu proses di dalam birokrasi yang harus diwarnai oleh penilaian obyektif profesionalisme adalah proses mutasi para pegawai.
Berbicara mengenai mutasi memang bukan hal baru dalam suatu organisasi sebaliknya mutasi merupakan hal yang wajar dalam suatu organisasi.
Hal ini dimaksudkan untuk menjamin dinamisasi Sumber Daya Manusia (SDM) dan kinerja pegawai.
Di dalam teori manajemen SDM (manajemen personalia) khususnya mengenai
perencanaan SDM maka terdapat kegiatan yang dinamakan penawaran supply SDM yang terdiri atas sumber internal dan sumber eksternal. Dalam sumber internal inilah terdapat proses yang dinamakan mutasi maupun promosi bahkan demosi.
Esensi mutasi sangat penting di dalam suatu organisasi karena dapat memberikan penyegaran suasana atau lingkungan kerja sehingga diidealkan akan terwujud kinerja pegawai yang lebih baik dan terjadi peningkatan pada kualitas pelayanan publik.
Proses pelaksanaan mutasi tidak hanya cukup dianggap sebagai perbaikan
kelembagaan struktural ataupun hanya sebagai peningkatan SDM unit kerja
pelayanan tersebut tetapi lebih kepada kepuasan dan keleluasaan masyarakat atas
penilaian positif terhadap peningkatan pelayanan umum yang diberikan.
Mutasi adalah kegiatan “halal” dalam organisasi asalkan dilaksanakan secara
professional oleh pemimpin, misalnya sebelum melaksanakan proses mutasi maka
terlebih dahulu dilakukan proses analis jabatan dan evaluasi kinerja, hal ini
dilaksanakan untuk mendapatkan the right man in the right place on the right
job.
Permasalahannya adalah ketika proses mutasi yang dilaksanakan lebih
didasarkan atas pertimbangan politis tertentu bukan pada profesionalitas.
Pertimbangan politis lebih didasarkan pada like or dislike (suka atau tidak
suka) pimpinan terhadap para pegawainya bukan pada kapasitas atau kemampuan
individu para pegawai.
Kalau pertimbangan politis yang dijadikan dasar mutasi oleh para pemimpin maka bisa dipastikan bahwa hanya orang-orang “yang disukai” saja yang akan menjabat posisi-posisi penting dalam formasi yang akan diisi sedangkan orang orang “yang kurang atau tidak disukai” akan dialihkan pada jabatan yang kurang strategis atau bahkan tidak memiliki jabatan sama sekali.
Untuk Itulah Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang bertujuan Untuk menuju kondisi birokrat yang visioner dan memiliki misi terhadap Good Governance dan Clean Government sangat dibutuhkan peran aktif dari sistem lain yang berada di luar birokrasi.
Peran disini maksudnya adalah adanya pressure sebagai bentuk keseimbangan kontrol terhadap implementasi kebijakan yang diambil.
Peran tersebut dapat diambil oleh berbagai elemen masyarakat seperti legislatif, Pers, , Parpol, Ormas, OKP, Ormawa, LSM dan lembaga sosial kemasyarakatan lainnya.###

Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik k
anan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru