Transaksi Wajib Rupiah

Transaksi Tak Pakai Rupiah Kena Sanksi Pidana
11/05/15, 07:20 WIB
Dok. Jawa Pos


JAKARTA – Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diprediksi masih terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Bank Indonesia (BI) pun kembali mendorong penggunaan rupiah dalam segala bentuk transaksi yang berlangsung di wilayah NKRI. Salah satu upaya BI adalah melakukan law enforcement Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015.

PBI itu mengatur kewajiban penggunaan mata uang rupiah di wilayah NKRI. Dalam pelaksanaannya, bank sentral bahkan telah menetapkan sanksi bagi pihak yang melanggar aturan tersebut.

Deputi Direktur Departemen Hukum BI Bambang Sutardi Putra menegaskan, yang disebut tindakan pelanggaran adalah melakukan transaksi tunai di wilayah Indonesia, namun tidak menggunakan rupiah. Hal itu juga berlaku bagi pihak-pihak yang menolak menggunakan rupiah di dalam negeri.

’’Itu ada sanksi pidana sesuai pasal 33 UU Mata Uang. Sanksinya, hukuman kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta,’’ ujarnya, Minggu (10/5).

Pemerintah, lanjut dia, juga telah menetapkan sanksi bagi transaksi nontunai yang tidak menggunakan rupiah. Namun, sanksinya lebih ringan, yakni diberi teguran tertulis dan yang bersangkutan wajib membayar 1 persen dari total transaksi yang dilakukan. ’’Dendanya kewajiban membayar 1 persen dari total transaksi atau maksimal Rp 1 miliar,’’ tambahnya.

Bukan hanya itu, BI juga memberlakukan sanksi lain bagi perusahaan atau institusi yang melanggar. Yakni, berupa rekomendasi kepada institusi terkait untuk memberikan sanksi. Sanksi tersebut bisa berupa pencabutan izin usaha pelanggar transaksi nontunai. Meski begitu, dia menekankan, BI tetap akan mempertimbangkan berbagai hal sebelum menjatuhkan sanksi. ’’Dalam pelaksanaannya, BI tetap mempertimbangkan kesiapan pelaku usaha, kontinuitas investasi, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya,’’ katanya.

Aturan tersebut berlaku di seluruh NKRI, termasuk kawasan ekonomi khusus (KEK). ’’UU di kawasan ekonomi khusus itu rupiah tetap digunakan,’’ tegasnya. Meski begitu, pihaknya tetap membuat beberapa pengecualian terkait jenis-jenis transaksi yang masih diperbolehkan menggunakan valas di NKRI.
Dia menguraikan, pengecualian penggunaan rupiah bisa dilakukan terhadap transaksi tertentu yang menjadi pelaksanaan APBN. ’’Kalau transaksi tertentu yang terkait APBN, misalnya, pemerintah membayar utang luar negeri (ULN) boleh (pakai dolar). Kalau belanja barang modal dari luar juga boleh,’’ urainya.

Selain itu, pengecualian tersebut berlaku bagi penerimaan atau pemberian hibah dari dan ke luar negeri atau transaksi pembiayaan internasional. Kemudian, transaksi dalam bentuk valas juga diperbolehkan jika transaksi itu terbatas untuk kegiatan-kegiatan yang ditentukan undang-undang. Lalutransaksi untuk kegiatan usaha dalam valuta asing oleh bankdan transaksi surat berharga pemerintah dalam bentuk valuta asing.(ken/c22/oki)