Menuju Pilkada Damai Tanpa SARA, Tanpa HOAX & Tanpa Kampanye Hitam

 

(Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 7 sumber berbeda)

 

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah sudah di depan mata. Masyarakat dan elit politik pun diimbau untuk tidak mengunakan politik SARA dan mewaspadai penyebaran hoax.

Memasuki tahun politik pelaksanaan Pemilu yang digelar serentak pada bulan Desember mendatang, tensi kontestasi akan semakin terasa meningkat.

Periodisasi masa kampanye sebaiknya pendek disamping untuk mengurangi ketegangan di tengah masyarakat.

 Periodisasi menjadi ajang dan peluang bagi calon pemimpin daerah untuk dapat mensosialisasikan gagasan dan program yang menjadi visi dan misi dalam membangun daerahnya kepada masyarakat.


Persoalan krusial yang patut jadi perhatian dalam ajang pilkad yaitu money politic politisasi sara dan berita hoax, Kampanye hitam yang berwujud Ujaran Kebencian juga.

Ketiganya dapat dijadikan variabel untuk mengukur tinggi dan rendahnya integritas proses demokrasi melalui pemilihan langsung, namun ancaman yang paling nyata dan sering terjadi terhadap kedamaian penyelenggaraan Pemilu adalah berita hoax

Berita hoax adalah berita bohong. Tidak cukup sekadar bohong. Hoax merupakan kebohongan dengan tujuan jahat (malicious deception). Menyampaikan dan menyebarluaskan berita yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Jadi, faktanya ada tetapi tidak disampaikan sesuai kenyataannya. Bisa pula dipahami sebagai menyebar-luaskan berita yang bahkan faktanya pun tidak ada. Untuk memenangkan suatu kompetisi kadang cara seperti ini pun dilakukan. Impact berita hoax diantaranya jatuhnya nama dan harga diri calon. Juga bisa berbuntut panjang membuat keresahan di masyarakat.

Dalam momen Pilkada serentak harus ada kesepakatan dari semua pihak untuk bisa menjalankan dan mengawal Pilkada agar berjalan secara kondusif.

Mulai dari menginisiasi silaturahim bakal calon bersama stakeholder serta masyarakat dalam membangun kesepakatan (konsensus) untuk meminimalisir potensi patologi demokrasi khususnya berita hoax.

Konsensus politik menjadi sangat urgens melihat potensi gesekan selama masa pilkada berlangsung tidak dapat dikesampingkan.

Konsensus politik yang paling mendasar secara sosiologis adalah komitmen untuk menolak berita hoax, sebab berpotensi untuk dapat menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.

Teknologi Informasi dan Komunikasi berkembang sangat pesat. Muncul beragam platform baru untuk berpendapat, menyampaikan aspirasi ke pemerintah, hingga kepentingan lainnya menggunakan medium internet. 

Kendati platform media sosial tersebut memberikan manfaat dan kemudahan, namun dalam perkembangannya dapat menimbulkan masalah. Hoaks dan ujaran kebencian diantaranya.

Bahkan hoaks dan ujaran kebencian yang marak akhir-akhir ini banyak terkait dengan isu sosial dan politik.

Penyebaran hoax dan ujaran kebencian itu sendiri tidak lepas dari banyaknya pengguna media sosial yang menggunakan akun palsu atau anonim.

Oleh sebab itu Hoaks, ujaran kebencian dan isu SARA  mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Olehnya itu gerakan literasi digital dengan mengedukasi masyarakat penting ditingkatkan, seperti yang dilakukan oleh Polri selama ini.

Efek berita hoax paling ringan, ialah meresahkan masyarakat dan yang paling parah, ialah yang menyebabkan traumatik bagi korbannya. Berita hoax dapat memicu munculnya distrust (prasangka dan ketidakpercayaan) akan hasil pilkada yang pada akhirnya akan menjadi lembar baru konflik di dalam masyarakat.

Selain konsensus politik, ada beberapa hal yang dapat dilakukan melawan berita hoax.

Pertama, sebarkan konten positif. Kedua, tidak terpengaruh dengan judul berita yang provokatif. Ketiga, lakukan verifikasi atau laporkan konten berita yang disinyalir hoax pada portal-portal yang khusus membahas berita hoax.

Keempat, mengedukasi diri sendiri dan masyarakat agar mengetahui literasi digital dan paham bahaya hoax. Kelima, jangan ragu melaporkan pelaku penyebaran hoax yang sekiranya dapat memicu konflik sosial pada pihak yang berwajib.###

Baca model tabloid 
Gambar Klik Kanan, pilih buka Link baru




Post a Comment

0 Comments