Berharap Masyarakat Ikut Menutup Celah Pelanggaran Pilkada - OPINI

 

(Penulis Drs.Ec. Agung Budi Rustanto – Pimpinan redaksi Tabloid Infoku Diolah dari 9 Sumber Berbeda)

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang artinya rakyat berdaulat. Demokrasi dapat diwujudkan melalui pemilu. Pemilu adalah sarana prasarana kedaulatan rakyat untuk memilih jabatan-jabatan pemerintahan baik legislatif maupun eksekutif (Nahuddin, 2017).

Parameter pemilu yang demokratis ditandai dengan adanya integritas proses penyelenggaraan pemilu dan integritas hasil pemilu (Suswantoro, 2016).

Namun, indeks integritas pemilu di Indonesia masih rendah (Rakhmah, 2020). Penyelenggaraan pemilu dan Pilkada di Indonesia memiliki tingkat pelanggaran yang terus naik di setiap periodenya, bahkan sangat signifikan hingga 2-3 kali lipat.

Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman dan integritas dari setiap stakeholder dalam pemilu dan Pilkada.

Integritas proses penyelenggaraan pemilu akan berhasil dicapai jika semua tahapan pemilu diselenggarakan menurut regulasi yang berlaku dan berpedoman pada asas LUBER JURDIL.

Upaya untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas dan demokratis diantaranya memastikan penyelenggara pemilu bersifat profesional, memastikan seluruh peserta pemilu baik partai politik maupun calon mematuhi seluruh peraturan dalam pemilu, kontribusi dari pemerintah baik melalui regulasi yang dibuat maupun keberpihakan yang netral dalam pemilu, dan pengawasan partisipatif dari masyarakat. Dengan demikian sangat diperlukan upaya-upaya keterpaduan antara seluruh pihak yang terlibat di dalam pemilu dan Pilkada.


Pilkada serentak yang akhirnya diputuskan digelar pada 9 Desember 2020.

Kendatipun di tengah pandemi, Pilkada tetap dijalankan agar tidak terjadi kekosongan jabatan kepala daerah.Pelaksana tugas (Plt), yang secara administratif bisa saja mengisi kekosongan jabatan.

Apabila tidak dilaksanakan Pilkada serentak tahun ini, dianggap kurang legitim dan relatif lemah dalam mengambil inisiatif maupun inovasi, khususnya dalam akselerasi penanganan pandemi.Pun,tahun depan tidak menjamin pandemi Covid-19 akan berakhir.

Sejumlah langkah antisipatif pun dipersiapkan, khususnya oleh penyelenggara, dalam rangka meningkatkan partisipasi pemilih, menghambat (bahkan menurunkan) laju penularan Covid-19, hingga menjaga kualitas Pilkada yang dihasilkan.

Walaupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) revisi, masih terdapat setidaknya empat celah risiko regulatifyang agaknya belum terakomodasi oleh para pemegang otoritas, khususnya penyelenggara Pilkada.

Masyarakat sebagai salah satu pihak yang terlibat harus ikut andil dalam melakukan pengawasan baik pada saat pra pemilu, pelaksanaan pemilu, hingga pasca pemilu. Dengan adanya partisipasi seluruh stakeholder dan masyarakat dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu maka diharapkan akan dapat menghasilkan pemilu yang berintegritas dan demokratis baik dari prosesnya maupun hasilnya.

Oleh karena itu, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) sebagai lembaga pengawas pemilu di Indonesia memberikan pendidikan kepengawasan pemilu melalui SKPP (Sekolah Kader Pengawas Partisipatif) yakni gerakan bersama antara Bawaslu dengan masyarakat untuk menciptakan proses pemilu yang berintegritas (Hafidz, dkk, 2020).

Tujuan umum pengawasan adalah untuk menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas pemilu; mewujudkan pemilu yang demokratis; serta memastikan penyelenggara pemilu yang LUBER JURDIL. Selain itu, pengawasan partisipatif juga dilakukan sebagai bentuk kedaulatan rakyat dalam proses demokrasi.

Rendahnya indeks integritas pemilu di Indonesia disebabkan oleh adanya kerawanan, pelanggaran, dan malpraktek dalam pemilu. Salah satu dimensi kerawanan adalah terkait kerawanan bebas dan adil, dimana kerawanan ini secara singkat disebabkan oleh adanya data pemilih yang bermasalah.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun hanya ada satu kerawanan yang muncul, hal tersebut dapat memunculkan kerawanan atau masalah-masalah di tahapan pemilu berikutnya.

Maka dari itu, harus diusahakan sejak awal tidak ada kerawanan yang muncul agar pemilu dan Pilkada dapat terselenggara dengan lancar dan sesuai ketentuan dalam perundang-undangan.

Kerawanan pemilu dan Pilkada dapat disebabkan oleh semua aktor yang terlibat baik itu penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun pemilih.

Secara singkat kerawanan disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya kompetisi di antara aktor-aktor yang ada terutama antar peserta pemilu. 

Kedua, ketidakpahaman tentang regulasi yang berlaku sehingga celah pelanggaran pemilu menjadi sangat besar. Kerawanan tidak selalu berhubungan dengan pelanggaran regulasi baik dalam pemilu maupun Pilkada. Kerawanan dapat terjadi pada saat non tahapan dan di luar regulasi. Dalam non tahapan misalnya adanya kampanye terselubung.

Sedangkan kerawanan yang terjadi di luar regulasi misalnya mengenai tingkat partisipasi dalam pemilu maupun Pilkada, dimana tingkat partisipasi pemilih di Indonesia dari pertama kali diselenggarakannya pemilu terus turun hingga tahun 2014, dan di tahun 2019 kemarin tingkat partisipasi meningkat menjadi 81% namun ini juga tidak sebanding dengan tingkat partisipasi pemilu tahun 1955 yang mencapai 96%.

Sedangkan untuk pelanggaran setidaknya ada 4 (empat) jenis pelanggaran pemilu yakni pelanggaran administrasi, pelanggaran tindak pidana, pelanggaran kode etik, dan pelanggaran hukum lainnya. Sebagai pengawas partisipatif, kita harus melapor kepada Bawaslu daerah masing-masing jika ditemui suatu dugaan pelanggaran.

Pelapor dapat bersumber dari Warga Negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih di daerah pemilihan, pemantau pemilihan yang diakreditasi oleh KPU, serta peserta pemilihan. Koordinasi dalam pelaksanaan pengawasan terwujud dalam tiga bentuk pelaksanaan pengawasan yakni pengawasan langsung, investigasi, dan analisis dokumen. Koordinasi tersebut memiliki dua bentuk yakni vertikal (dengan pengawas di atasnya/di bawahnya) dan horizontal (dengan stakeholder pemilu dan Pilkada).

Dalam koordinasi harus memperhatikan beberapa hal penting diantaranya proaktif, kooperatif, tidak adanya tumpang tindih tugas, saling memberi informasi, tepat waktu, upaya problem solving, tersedianya bahan laporan/data hasil pengawasan, bertujuan jelas, dan berkesinambungan.

Pada akhirnya, Bawaslu dan kader-kader pengawas tidak hanya melakukan pengawasan terhadap pelanggaran regulasi pemilu dan Pilkada, namun lebih dari itu. Kita juga harus menjaga agar kualitas demokrasi di Indonesia tetap terjamin, salah satunya dengan menjadi pengawas partisipatif.

Sebagai kader pengawas partisipatif kita harus senantiasa memberikan edukasi maupun sosialisasi kepada seluruh masyarakat pada umumnya dan orang-orang terdekat pada khususnya agar seluruh masyarakat paham mengenai regulasi dan ketentuan yang berlaku dalam pemilu dan Pilkada sehingga masyarakat turut aktif melakukan pengawasan.

Kesimpulan penulis yang kelahiran Cepu kab Blora yakni, disamping KPU dan Bawaslu, masyarakat luaspun diharapkan turut bertanggungjawab secara tidak langsung dengan mendukung dan membatu kelancaran pelaksanaan Pilkada serentak tersebut.

Tentunya, tidak hanya ikhtiar yang dibutuhkan, melainkan pula doa yang tiada henti. Alhasil, semoga badai pandemi ini segera menyusut dan berakhir dan Pilkada mampu melahirkan para pemimpin yang berkualitas dan memiliki sensitivitas besar dalam menghadapi pandemi di masa depan. ###

Baca model tabloid 
Gambar Klik Kanan, pilih buka Link baru




Post a Comment

0 Comments